Berwisata di Coban Rondo

Jumat, Maret 23, 2012

Foto-foto: ABDI PURMONO

KORAN TEMPO Edisi Jawa Timur, Jumat, 2 Oktober 2009


KHUSNUL, 40 tahun, dengan sabar mengarahkan istri dan ketiga anaknya untuk berpose di sebuah tanjakan batu besar. Di belakang mereka terdengar gemericik air terjun. Lalu keluarlah bunyi jeprat-jepret dan jadilah foto keluarga berlatar air yang meluncur dari ketinggian 85 meter itu.

“Coban Rondo sekarang makin bagus,” kata pria kelahiran Malang yang jadi pegawai Perusahaan Listrik Negara di Medan ini.  

Coban Rondo memang layak dikunjungi. Apalagi lokasinya makin mudah dijangkau dari sejumlah kota, baik dari arah Kediri dan Jombang maupun dari arah Kota Batu dan Malang.

Wanawisata Coban Rondo, demikian nama resminya, berlokasi di Dusun Sebalo, Desa Pandesari, Kecamatan Pujon, Kabupaten Malang. Luas keseluruhan wilayahnya 90,3 hektare—termasuk 5 hektare lahan yang menjadi tempat coban atau air terjun itu berada.

Coban Rondo resmi menjadi obyek wisata pada 1980. Obyek wisata alam, wisata pendidikan, dan wisata petualangan ini dikelola PT Perhutani Alam Wisata.

Coban Rondo merupakan salah satu dari sedikitnya 52 obyek wanawisata yang dimiliki Perum Perhutani Unit II Jawa Timur. Di Kabupaten Malang, selain Coban Rondo, terdapat Coban Pelangi di Kecamatan Poncokusumo dan Coban Glothak di Kecamatan Wagir. Di Batu juga ada Coban Talun dan Coban Rais. Namun, Coban Rondo-lah yang paling populer.

Jalan masuk ke Coban Rondo ditandai oleh sebuah patung sapi dan seorang ibu memeras susu sapi. Patung sapi menandakan Pujon merupakan sentra penghasil susu segar, selain sebagai sentra penghasil sayur-sayuran.

Lokasi Coban Rondo hanya berjarak 4 kilometer dari patung sapi. Jalan menuju Coban Rondo terdiri dari aspal selebar 3 meter. Sepanjang jalan menuju pos pintu masuk dipenuhi oleh rumah penduduk. Baru setelah memasuki kawasan hutan produksi, pengunjung disuguhi pemandanga tanaman pinus, ekaliptus, dan mahoni.

Dua kilometer selepas pos pintu masuk terdapat area satwa dan kebun seluas 2 hektare, yang antara lain digunakan sebagai lahan sayur organik, pondok stroberi, kandang gajah, tempat penyewaan sepeda, dan taman bermain.

Selain bisa membeli merchandise dan suvenir, dari lokasi ini pengunjung bisa melihat pemandangan Kota Batu dari ketinggian sekitar 1.300 meter di atas  permukaan laut. Oh ya, harga tiket masuk di Coban Rondo cukup terjangkau, yakni Rp 10.500 untuk wisatawan asing dan Rp 8.500 untuk wisatawan lokal.

Bagi pengunjung yang tak ingin capek berjalan, pengelola wanawisata juga menyediakan 2 ekor gajah untuk disewakan. Ongkosnya Rp 10 ribu untuk satu putaran di dalam area.

Selain gajah, pengunjung bisa menyewa sepeda. Ongkos sewanya Rp 5.000 per 15 menit. Tapi jangan kaget, saat menggenjot sepeda, Anda akan dikawal seorang petugas wanawisata Coban Rondo. “Agar sepedanya tak dibawa lari oleh pengunjung,” kata Ibu Sumarti, pemilik warung di dalam area satwa dan kebun.

Lokasi air terjun Coban Rondo berada di sekitar 2 kilometer dari area satwa dan kebun. Selain tersedia area parkir yang cukup luas, di lokasi air terjun ini tersedia 22 kedai milik pedagang makanan dan suvenir. Di lokasi ini pun tampak pepohonan besar yang tumbuh teratur.

Coban Rondo berada pada ketinggian 1.135 meter dari permukaan laut. Airnya berasal mata air Cemoro Dudo di lereng Gunung Kawi dan mengalir lewat Sungai Coban Rondo yang memiliki daerah aliran seluas 1.252 hektare. Dengan curah hujan 1.721 milimeter per tahun, diperkirakan daerah aliran Sungai Coban Rondo mampu menampung air hujan sebanyak 21,6 miliar kubik per tahun.

Lokasi tempat jatuhnya air menyerupai kolam yang berdiameter sekitar 100 meter persegi. Tempatnya berbatu-batu dan sebagian sudah diberi undakan, sehingga menjadi tempat favorit berfoto bagi para pengunjung.

Pada musim liburan seperti Lebaran lalu, wanawisata Coban Rondo menjadi tempat favorit para pengunjung. Jumlah pengunjungnya mencapai 2.500-3.000 orang per hari. Pada hari biasa, pengunjungnya hanya sekitar 200 orang.

Karena padatnya pengunjung, banyak pengunjung berebut menguasai tanjakan agar lebih dekat dengan air terjun. Bahkan sebagian orang nekat berfoto di dalam kolam, meski ada larangan mandi di dekat luncuran air. Larangan ini diberlakukan terutama saat musim hujan agar pengunjung terhindar dari longsoran tanah.

Selain Coban Rondo, di atas Coban Rondo sebenarnya masih ada dua air terjun lagi, yakni air terjun Coban Tengah dan Coban Manten. Tapi entah mengapa, kebanyakan pengunjung hanya mengunjungi Coban Rondo.

Karena itu, biasanya pengelola Coban Rondo menganjurkan pengunjung mengikuti program trekking menuju Coban Tengah dan Coban Manten. Kegiatan lain yang tak kalah menarik di lokasi ini adalah outbound, berkemah, atau menguji nyali dengan flying fox dan arung jeram.

Tentu saja pengunjung boleh berlama-lama di Coban Rondo, misalnya, untuk berkemah atau menyewa kamar di Griya Wana. Penginapan ini dilengkapi fasilitas air panas.

Bagi yang ingin menginap, pengelola menawarkan paket bermalam plus dengan tambahan aktivitas seperti memanen sayuran organik atau memetik buah stroberi.




Nama Aneh Pemikat Wisatawan

Nama Coban Rondo dianggap aneh, sehingga membuat banyak orang penasaran untuk melihatnya. Dalam bahasa Indonesia, kata coban rondo bersinonim dengan kata air terjun janda.

Tak ada bukti ilmiah yang dapat memastikan asal-usul nama air terjun ini. Konon, nama Coban Rondo berasal dari kisah asmara sepasang pengantin baru bernama Dewi Anjarwati dari Gunung Kawi dan Raden Baron Kusumo dari Gunung Anjasmoro.

Setelah pernikahan berumur selapan (36 hari), Dewi Anjarwati mengajak suaminya mengunjungi rumah mertuanya di Gunung Anjasmoro. Keinginan mereka ini semula dicegah oleh ayah-ibu Dewi karena usia perkawinan keduanya masih masa selapanan.

Namun pasangan ini tetap ngotot pergi. Dalam perjalanan muncul Joko Lelono, pria yang tak jelas asal-usulnya. Joko Lelono langsung jatuh cinta dan bertekad merebut sang putri dari Raden Baron.

Kepada para pembantunya, Baron berpesan agar Dewi disembunyikan di sebuah tempat yang ada air terjunnya. Joko dan Raden Baron pun bertarung sampai keduanya sama-sama mati, lalu Dewi Anjarwati menjadi rondo atau (janda).

Sejak itulah air terjun tempat Dewi Anjarwati bersembunyi dinamai Coban Rondo. Konon, batu besar di bawah air terjun dipercaya sebagai tempat duduk sang putri yang tengah merenungi nasibnya. ABDI PURMONO

Share this :

Previous
Next Post »