Upacara Menjadi Dewasa ala Jepang

Selasa, Januari 15, 2013


Suasana sehabis mengikuti Seijin shiki. (Foto-foto: ABDI PURMONO)

RANGKAIAN enam foto berjudul 20 Tahun, Usia Kedewasaan Warga Jepang  yang dipajang di galeri foto Tempo.co pada Senin, 14 Januari 2013, mengingatkan saya pada ritual serupa tujuh tahun silam.

Dalam foto-foto itu tiada disebutkan istilah khusus dari bahasa setempat mengenai upacara menyambut kedewasaan di Jepang. Namun saya ingat itu adalah upacara Seijin no hi alias Hari Menjadi Dewasa alias Seijin shiki, seperti pernah saya lihat di Shizuoka Convention & Arts Center (Granship) pada 3 Januari 2006.  Ritual ini diselenggarakan Pemerintah Kota Shizuoka, Prefektur Shizuoka, Jepang. Seijin no hi merupakan satu dari 15 hari libur resmi dalam setahun di Jepang. 

Seijin shiki diadakan di seluruh Jepang untuk menyambut warga negara yang telah genap berusia 20 tahun. Inilah batasan usia yang, menurut hukum Jepang, membolehkan pria dan wanita Jepang merokok, menenggak minuman keras, dan mengikuti pemilihan umum.


Resminya, seingatku lagi, Seijin shiki  dilaksanakan setiap 15 Januari, atau Senin minggu kedua Januari. Namun, belakangan, untuk menghemat waktu dan menangguk peserta sebanyak-banyaknya, maka pelaksanaan Seijin shiki dimajukan dan dirayakan bersamaan perayaan tahun baru (Shogatsu). Liburan tahun baru biasanya dimulai 30 Desember sampai 5 Januari.

Seijin shiki sejatinya juga diikuti kaum pria. Mereka tidak diharuskan mengenakan kimono. Tapi kebanyakan peserta Seijin shiki memang memakai kimono, terutama peserta perempuan. Dibanding perempuan, laki-laki peserta Seijin shiki pemakai kimono lebih sedikit. Mereka lebih senang berjas ditambahi warna gelap ditambahi macam-macam aksesori di tubuh biar kelihatan lebih necis.


Tentang kimono perlu diberi sedikit catatan. Dari asal katanya, kimono gabungan dua suku kata: ki (pakai) dan mono (barang). Secara umum kimono berarti “sesuatu yang dikenakan seseorang” dan bolehlah disebut sebagai pakaian. Memakai kimono dalam bahasa Jepang disebut kitsuke. Kimono kini terlanjur disebut sebagai pakaian tradisional Jepang pada umumnya atau sering diidentikkan sebagai baju tradisional perempuan Jepang.


Berbeda dengan kimono perempuan yang terdiri dari delapan jenis, kimono pria ada dua jenis: montsuki dan kinagashi. Jenis pertama merupakan kimono pria paling formal yang dibagian punggungnya terdapat lambang keluarga (kamon) si pemakai. Montsuki yang acap dipakai pria berwarna gelap seperti hitam dan biru tua. 

Sedangkan jenis kedua adalah kimono santai sehari-hari yang dikenakan pria untuk keluar rumah pada kesempatan tidak resmi dan tidak diberi lambang keluarga.

Pakaian orang Jepang (ifuku) dapat dikategorikan menjadi dua golongan besar: wafuku (gaya Jepang) dan yofuku (gaya Barat). Pakaian Jepang berevolusi dari bentuk kosodo, yang dipengaruhi oleh potongan pakaian dan tekstil impor. Kosodo  inilah kemudian berkembang menjadi versi tradisional kimono. Jadi, jelaslah kimono  jelaslah, kimono merupakan versi modern pakaian Jepang, hasil dari adaptasi pakaian trandisional yang aslinya berbentuk jubah yang diikat dengan sabuk pada pinggang pemakainya.

Nah, itulah sekilas catatan saya tentang Seijin shiki dan kimono. Bila ada pembaca lebih memahami Seijin shiki dan kimono, bolehlah berbagi pengetahuannya. Terima kasih. ***



Share this :

Previous
Next Post »